Jumat, 22 November 2013

Apa Itu Jurnalistik?

Jurnalistik (jourlanistiek, Belanda) menurut Kris Budiman: kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan dan penyampaian berita kepada khalayak melalui saluran media tertentu.
Dari batasan pengertian tersebut, penulisan adalah kegiatan lanjutan setelah informasi dirasa cukup untuk dikemas sebagai sebuah karya jurnalistik.
Sebelumnya, kegiatan jurnalistik yang berlangsung : penyiapan. Apa yang harus disiapkan tergantung saluran medianya. Media cetak cukup data, pernyataan tertulis dan foto suasana. Radio perlu tambahan rekaman suara (audio). Sedang televise lebih banyak membutuhkan gambar (visual).
Siapa yang melaksanakan proses tersebut? Kita sangat akrab menyebutnya wartawan/reporter. Mereka bias melakukan kegiatan lapangan dengan cara hunting/investigasi langsung, pengamatan, dilengkapi wawancara terhadap sumber berkompeten.
Tanggung Jawab jurnalis
Setelah tulisan wartawan/reporter jadi, tidak akan langsung di-setting (layout) atau dibaca oleh presenter radio atau televise. Manajemen media pasti memberlakukan proses penyuntingan naskah, karena berkait etika jurnalistik dan delik hukum. Maksudnya, ketika karya jurnalistik sudah beredar di tangan khalayak, ada tanggungjawab etik dan hokum yang melekat di produk tersebut. Masyarakat yang merasa terusik atau dirugikan atas informasi yang disajikan, berhak menuntut keadilan di muka hokum kepada penanggungjawab media.
Syarat sebuah karya tulis jurnalistik : ada proses kegiatan, ada saluran media, dan tanggungjawab hokum.

Nilai berita
Karya (tulis ) jurnalistil lazim kita sebut: “berita” atau  “news”. Perlu dicatat bahwa, tidak semua informasi layak dikemas sebagai “berita”. Tergantung bobot atau nilai-nya. Makin tinggi bobot, makin layak jadi “berita utama” (headline news).

Jawa pos Group, lewat COE-nya, Dahlan Iskan, membuat patokan nilai berita dengan istilah “10 Rukun Iman Berta” :
1.      Tokoh. Semua tokoh layak jadi berita. Misalnya, gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) masuk Rumah Sakit karena demam berdarah.
2.      Besar. Semua yang besar layak jadi berita. Misalnya, Gunung tersebar di Jawa Barat Meletus.
3.      Dekat. Semua yang dekat dengan kita adalah berita menarik, ketimbang peristiwa besar yang terjadi tapi posisinya jauh. Misalnya, gempa tsunami di Aceh lebih menarik ketimbang di Philipina meski korbannya lebih 200.000
4.      Pertama. Semua peristiwa yang pertama terjadi, selalu layak berita. Misalnya, kasus penipuan modus baru, meski nilai kerugiannya sangat kecil.
5.      Human interest. Semua berita yang menyentuh rasa kemanusiaan, layak jadi berita.
6.      Bermisi. Semua berita yang memiliki tujuan baik bagi masyarakat, layak berita. Misalnya, program pemberantasan korupsi.
7.      Unik. Semua yang unik, layak diberitakan. Misalnya, sapi berkepala dua.
8.      Eksklusif. Berita yang tidak muncul di media lain, misalnyainvestigasi kasus korupsi yang muncul dan kemudian diikuti media yang lain.
9.      Tren. Berita Tren, baik soal gaya hidup atau perilaku selaki layak dijual. Misalnya: kasus penangkapan pejabat yang korup yang di barengi tren perkawinan sirinya.
10.  Prestasi. Prestasi dan kisah sukses seseorang selalu layak baca. Misalnya penemuan di bidang science, dll.
Kepada semua Wartawan Jawa Pos dan groupnya, Dahlan Iskan berpesan agar senantiasa mencari dan menemukan banyak “Rukun Iman Berita” di lapangan. Katanya, makin banyak ketemu “Rukun”, berita yang ditulis akan semakin berbobot.
Menurut Dahlan, wartawan (maksudnya tentu wartawan Jawa Pos dan groupnya) yang baik adalah yang memegang teguh “Rukun Iman” dalam memburu dan menulis berita. Karena dengan hanya itu, produk media di pasaran akan semakin laku. Perusahaan medianya akan lebih lama hidup.

Anatomi Berita
Tulisan di Media massa itu seperti tubuh, memiliki struktur yang biasa disebut anatomi berita. Terdiri dari :
1.      Judul Berita (headline)
2.      Sub judul (judul kecil)
3.      Teras berita (lead)
4.      Tubuh berita (Body)
Judul berita sebaiknya dibuat sependek mungkin. Di Jawa Pos dan grup-nya, biasanya terdiri dari tiga sampai lima kata saja. Yang penting menarik perhatian dan mampu menjelaskan secara singkat cerita/kisah yang ada dalam berita.
Sub judul dianggapperlu bila mampu mempertajam maksud kisah dalam berita yang ditulis. Bila judul saja dianggap sudah sangat jelas. Maka keberadaan sub judul sebaiknya diabaikan.
Teras berita biasanya dibuat untuk menggiring pengertian bahan opini pembaca terhadap sebuah berita. Sebenarnya, itu hanya sudut pandang penulisa atau wartawan di lapangan, makin tajam teras berita, maka makin kuat keyakinan pembacanya terhadap sebuah peristiwa yang dipandang dari sudut pandang penulisnya.
Tubuh berita berisi rincian detil fakta dari sebuah peristiwa. Disini, penulis dituntut untuk jujur, tidak boleh memanipulasi berita (berbohong). Ingat, semua karya jurnalistik memiliki tanggungjawab hokum. Berbohong tidak hanya melanggar kode etik, melainkan juga sebuah tindak pidana. Kalau dilanggar, penulis bias masuk penjara.
Tubuh berita memiliki struktur. Khalayak paling akrab dengan sebutan piramida terbalik. Artinya, penulis memulai cerita dari informasi yang dianggap paling penting (menarik). Lalu dilanjutkan dengan informasi lain sebagai pendukung dan memperkuat cerita.
Tulisan yang baik adalah tulisan yang menyajikan fakta secara detil dan runtut (mengikuti kronologi). Hingga pembaca merasa seperti membaca atau mendengar sebuah dongeng.
Untuk mampu menulis secara runtut, penulis harus memahami unsur-unsur kalimat (berita) yang dikenal dengan istilah : 5W +  1H (Who, What, Where, When, Why, dan How).  


0 komentar:

Posting Komentar