Jurnalistik
(jourlanistiek, Belanda) menurut Kris Budiman: kegiatan penyiapan, penulisan,
penyuntingan dan penyampaian berita kepada khalayak melalui saluran media
tertentu.
Dari batasan
pengertian tersebut, penulisan adalah kegiatan lanjutan setelah informasi
dirasa cukup untuk dikemas sebagai sebuah karya jurnalistik.
Sebelumnya,
kegiatan jurnalistik yang berlangsung : penyiapan. Apa yang harus disiapkan
tergantung saluran medianya. Media cetak cukup data, pernyataan tertulis dan
foto suasana. Radio perlu tambahan rekaman suara (audio). Sedang televise lebih
banyak membutuhkan gambar (visual).
Siapa yang
melaksanakan proses tersebut? Kita sangat akrab menyebutnya wartawan/reporter.
Mereka bias melakukan kegiatan lapangan dengan cara hunting/investigasi
langsung, pengamatan, dilengkapi wawancara terhadap sumber berkompeten.
Tanggung Jawab jurnalis
Setelah
tulisan wartawan/reporter jadi, tidak akan langsung di-setting (layout) atau
dibaca oleh presenter radio atau televise. Manajemen media pasti memberlakukan
proses penyuntingan naskah, karena berkait etika jurnalistik dan delik hukum.
Maksudnya, ketika karya jurnalistik sudah beredar di tangan khalayak, ada
tanggungjawab etik dan hokum yang melekat di produk tersebut. Masyarakat yang
merasa terusik atau dirugikan atas informasi yang disajikan, berhak menuntut
keadilan di muka hokum kepada penanggungjawab media.
Syarat
sebuah karya tulis jurnalistik : ada proses kegiatan, ada saluran media, dan
tanggungjawab hokum.
Nilai berita
Karya (tulis
) jurnalistil lazim kita sebut: “berita” atau
“news”. Perlu dicatat bahwa, tidak semua informasi layak dikemas sebagai
“berita”. Tergantung bobot atau nilai-nya. Makin tinggi bobot, makin layak jadi
“berita utama” (headline news).
Jawa pos
Group, lewat COE-nya, Dahlan Iskan, membuat patokan nilai berita dengan istilah
“10 Rukun Iman Berta” :
1.
Tokoh. Semua tokoh layak jadi berita.
Misalnya, gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) masuk Rumah Sakit karena
demam berdarah.
2.
Besar. Semua yang besar layak jadi berita.
Misalnya, Gunung tersebar di Jawa Barat Meletus.
3.
Dekat. Semua yang dekat dengan kita adalah
berita menarik, ketimbang peristiwa besar yang terjadi tapi posisinya jauh.
Misalnya, gempa tsunami di Aceh lebih menarik ketimbang di Philipina meski korbannya
lebih 200.000
4.
Pertama. Semua peristiwa yang pertama
terjadi, selalu layak berita. Misalnya, kasus penipuan modus baru, meski nilai
kerugiannya sangat kecil.
5.
Human interest. Semua berita yang menyentuh rasa
kemanusiaan, layak jadi berita.
6.
Bermisi. Semua berita yang memiliki tujuan
baik bagi masyarakat, layak berita. Misalnya, program pemberantasan korupsi.
7.
Unik. Semua yang unik, layak diberitakan.
Misalnya, sapi berkepala dua.
8.
Eksklusif. Berita yang tidak muncul di media
lain, misalnyainvestigasi kasus korupsi yang muncul dan kemudian diikuti media
yang lain.
9.
Tren. Berita Tren, baik soal gaya hidup
atau perilaku selaki layak dijual. Misalnya: kasus penangkapan pejabat yang
korup yang di barengi tren perkawinan sirinya.
10. Prestasi.
Prestasi dan kisah sukses seseorang selalu layak baca. Misalnya penemuan di
bidang science, dll.
Kepada semua
Wartawan Jawa Pos dan groupnya, Dahlan Iskan berpesan agar senantiasa mencari
dan menemukan banyak “Rukun Iman Berita” di lapangan. Katanya, makin banyak
ketemu “Rukun”, berita yang ditulis akan semakin berbobot.
Menurut
Dahlan, wartawan (maksudnya tentu wartawan Jawa Pos dan groupnya) yang baik
adalah yang memegang teguh “Rukun Iman” dalam memburu dan menulis berita.
Karena dengan hanya itu, produk media di pasaran akan semakin laku. Perusahaan
medianya akan lebih lama hidup.
Anatomi
Berita
Tulisan di
Media massa itu seperti tubuh, memiliki struktur yang biasa disebut anatomi
berita. Terdiri dari :
1.
Judul
Berita (headline)
2.
Sub
judul (judul kecil)
3. Teras berita (lead)
4. Tubuh berita (Body)
Judul berita
sebaiknya dibuat sependek mungkin. Di Jawa Pos dan grup-nya, biasanya terdiri
dari tiga sampai lima kata saja. Yang penting menarik perhatian dan mampu
menjelaskan secara singkat cerita/kisah yang ada dalam berita.
Sub judul dianggapperlu
bila mampu mempertajam maksud kisah dalam berita yang ditulis. Bila judul saja
dianggap sudah sangat jelas. Maka keberadaan sub judul sebaiknya diabaikan.
Teras berita
biasanya dibuat untuk menggiring pengertian bahan opini pembaca terhadap sebuah
berita. Sebenarnya, itu hanya sudut pandang penulisa atau wartawan di lapangan,
makin tajam teras berita, maka makin kuat keyakinan pembacanya terhadap sebuah
peristiwa yang dipandang dari sudut pandang penulisnya.
Tubuh berita
berisi rincian detil fakta dari sebuah peristiwa. Disini, penulis dituntut
untuk jujur, tidak boleh memanipulasi berita (berbohong). Ingat, semua karya
jurnalistik memiliki tanggungjawab hokum. Berbohong tidak hanya melanggar kode
etik, melainkan juga sebuah tindak pidana. Kalau dilanggar, penulis bias masuk
penjara.
Tubuh berita
memiliki struktur. Khalayak paling akrab dengan sebutan piramida terbalik.
Artinya, penulis memulai cerita dari informasi yang dianggap paling penting
(menarik). Lalu dilanjutkan dengan informasi lain sebagai pendukung dan
memperkuat cerita.
Tulisan yang
baik adalah tulisan yang menyajikan fakta secara detil dan runtut (mengikuti
kronologi). Hingga pembaca merasa seperti membaca atau mendengar sebuah
dongeng.
Untuk mampu
menulis secara runtut, penulis harus memahami unsur-unsur kalimat (berita) yang
dikenal dengan istilah : 5W + 1H (Who, What, Where, When, Why, dan How).